Terbongkarnya skandal proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI di Jakabaring, Palembang, Sumsel lagi-lagi membuat kita terhenyak. Meski kita tahu korupsi sudah sering terjadi, tapi kita kadang masih sulit bisa mempercayai, setelah begitu banyaknya pejabat dan anggota DPR ditangkap, kok mereka tetap berani melakukan korupsi.
Skandal Wisma Atlet terbongkar dengan tertangkapnya Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam di kantornya, 21 April 2011. Wafid ditangkap bersama dua orang pengusaha, Manajer Marketing PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris, dan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, yang diduga akan menyuapnya.
KPK menemukan cek Rp 3,2 miliar sebagai bukti dugaan suap untuk Wafid dari PT DGI. KPK juga menyita ribuan dollar dan duit asing senilai Rp 1,3 miliar di ruangan Wafid. Saking paniknya, uang tersebut sempat dibuang ke tempat sampah. Pemberian uang diduga sebagai success fee untuk proyek pembangunan Wisma Atlet.
Wafid, Rosa dan Idris sudah menjadi tersangka dan ditahan KPK. Saat diperiksa KPK, Rosa mengungkap dalang suap adalah M Nazaruddin, bendahara umum Partai Demokrat yang juga adalah atasannya di PT Anak Negeri.
Rosa mengaku datang ke kantor Wafid atas suruhan Nazaruddin yang sekarang adalah anggota Komisi III DPR. Berkali-kali hal itu disampaikan mantan pengacara Rosa, Kamarudin Simanjuntak. Nazaruddin disebut mendapat bagian Rp 25 miliar atau 13 persen dari nilai proyek Wisma Atlet Rp 191 miliar itu.
Menurut Rosa, peran Nazarudin yakni merekomendasikan PT DGI ke Wafid.Rekomendasi diberikan Nazarudin saat makan malam dengan Wafid di sebuah restoran di Senayan sekitar Mei-Juni 2010. Acara makan malam itu pun diikuti serangkaian kegiatan untuk menggolkan PT DGI sebagai pemenang tender proyek Wisma Atlet. Setelah makan malam itu, Nazaruddin memerintahkan Rosa mempertemukan Wafid dengan Muhammad El Idris.
Nazaruddin diduga tidak sendirian menikmati komisi PT DGI. Uang tersebut disinyalir mengalir ke anggota DPR yang lain. Koordinator Anggaran Komisi X yang membidangi Olahraga dan Pariwisata Angelina Sondakh dan politisi PDIP Wayan Koster terseret sebagai pihak yang ikut kecipratan uang.
Tiga nama politisi tersebut telah memberi bantahan. Nazaruddin mengaku tidak mengenal dan tidak memiliki anak buah bernama Rosa. Padahal data akta notaris pendirian PT Anak Negeri, Nazaruddin dan Rosa sama-sama merupakan pendiri perusahaan tersebut.
Nazarudin juga dengan percaya diri menyatakan siap sumpah pocong dan menyebut berita soal keterlibatan dirinya dalam suap tersebut sebagai fitnah."Sumpah pocong? Ngapain saya harus takut?" kata Nazarudin.
Bantahan juga disampaikan Angelina Sondakh dan Wayan Koster. Rosa yang kini telah berganti pengacara pun mengubah kesaksiannya. Kamis (12/5/2011) ini, Rosa dengan pengacaranya yang baru Djufri Taufik akan mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sebelumnya menyeret nama Nazaruddin.
KPK telah banyak menangkap anggota DPR. Pada Januari 2011, misalnya, KPK menangkap 19 anggota DPR terkait dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom. Dari 19 politisi itu, 10 tersangka merupakan politisi PDIP. Sedangkan 7 dan 2 tersangka lainnya masing-masing adalah politisi Golkar dan PPP.
Penanganan kasus suap Miranda ini memunculkan tudingan KPK tebang pilih. KPK dikritik lebih aktif menyidik kasus korupsi dengan tersangka dari kelompok oposisi dan pengkritik penguasa. Sementara kasus korupsi yang diduga menyerempet penguasa tidak kunjung membuahkan hasil.
Kasus korupsi yang diduga melibatkan penguasa seperti kasus BLBI, Bank Century, serta kasus suap politisi Demokrat Jhony Alen Marbun dalam proyek stimulus fiskal 2009 di Departemen Perhubungan tidak kunjung diungkap KPK.
Kini 2 politisi PD diduga terlibat kasus korupsi. Tentu kasus Wisma Atlet ini akan menjadi pertaruhan bagi KPK untuk bersikap berani sehingga membuktikan lembaga antikorupsi ini tidak tebang pilih. Kasus ini juga menjadi pertaruhan bagi Presiden SBY dan PD untuk membuktikan diri memang menjadi parpol antikorupsi.
Tentu saja pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi tugas KPK dan Presiden. Anggota DPR dan semua lapisan masyarakat harus ikut serta aktif memberantas korupsi. Banyak pekerjaan yang harus segera dilakukan.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zainal Arifin Mochtar menyatakan, bila tidak ingin kasus korupsi terus terulang, sistem perekrutan birokrat dan anggota DPR, sistem politik, sistem pengawasan atas birokrat dan anggota DPR harus segera dibenahi. Hal ini memang membutuhkan waktu yang panjang sehingga harus sabar. Tapi harus tetap dilakukan bila kita tidak ingin hanya bisa meratapi korupsi terjadi lagi dan lagi.
Skandal Wisma Atlet terbongkar dengan tertangkapnya Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam di kantornya, 21 April 2011. Wafid ditangkap bersama dua orang pengusaha, Manajer Marketing PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris, dan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, yang diduga akan menyuapnya.
KPK menemukan cek Rp 3,2 miliar sebagai bukti dugaan suap untuk Wafid dari PT DGI. KPK juga menyita ribuan dollar dan duit asing senilai Rp 1,3 miliar di ruangan Wafid. Saking paniknya, uang tersebut sempat dibuang ke tempat sampah. Pemberian uang diduga sebagai success fee untuk proyek pembangunan Wisma Atlet.
Wafid, Rosa dan Idris sudah menjadi tersangka dan ditahan KPK. Saat diperiksa KPK, Rosa mengungkap dalang suap adalah M Nazaruddin, bendahara umum Partai Demokrat yang juga adalah atasannya di PT Anak Negeri.
Rosa mengaku datang ke kantor Wafid atas suruhan Nazaruddin yang sekarang adalah anggota Komisi III DPR. Berkali-kali hal itu disampaikan mantan pengacara Rosa, Kamarudin Simanjuntak. Nazaruddin disebut mendapat bagian Rp 25 miliar atau 13 persen dari nilai proyek Wisma Atlet Rp 191 miliar itu.
Menurut Rosa, peran Nazarudin yakni merekomendasikan PT DGI ke Wafid.Rekomendasi diberikan Nazarudin saat makan malam dengan Wafid di sebuah restoran di Senayan sekitar Mei-Juni 2010. Acara makan malam itu pun diikuti serangkaian kegiatan untuk menggolkan PT DGI sebagai pemenang tender proyek Wisma Atlet. Setelah makan malam itu, Nazaruddin memerintahkan Rosa mempertemukan Wafid dengan Muhammad El Idris.
Nazaruddin diduga tidak sendirian menikmati komisi PT DGI. Uang tersebut disinyalir mengalir ke anggota DPR yang lain. Koordinator Anggaran Komisi X yang membidangi Olahraga dan Pariwisata Angelina Sondakh dan politisi PDIP Wayan Koster terseret sebagai pihak yang ikut kecipratan uang.
Tiga nama politisi tersebut telah memberi bantahan. Nazaruddin mengaku tidak mengenal dan tidak memiliki anak buah bernama Rosa. Padahal data akta notaris pendirian PT Anak Negeri, Nazaruddin dan Rosa sama-sama merupakan pendiri perusahaan tersebut.
Nazarudin juga dengan percaya diri menyatakan siap sumpah pocong dan menyebut berita soal keterlibatan dirinya dalam suap tersebut sebagai fitnah."Sumpah pocong? Ngapain saya harus takut?" kata Nazarudin.
Bantahan juga disampaikan Angelina Sondakh dan Wayan Koster. Rosa yang kini telah berganti pengacara pun mengubah kesaksiannya. Kamis (12/5/2011) ini, Rosa dengan pengacaranya yang baru Djufri Taufik akan mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sebelumnya menyeret nama Nazaruddin.
KPK telah banyak menangkap anggota DPR. Pada Januari 2011, misalnya, KPK menangkap 19 anggota DPR terkait dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom. Dari 19 politisi itu, 10 tersangka merupakan politisi PDIP. Sedangkan 7 dan 2 tersangka lainnya masing-masing adalah politisi Golkar dan PPP.
Penanganan kasus suap Miranda ini memunculkan tudingan KPK tebang pilih. KPK dikritik lebih aktif menyidik kasus korupsi dengan tersangka dari kelompok oposisi dan pengkritik penguasa. Sementara kasus korupsi yang diduga menyerempet penguasa tidak kunjung membuahkan hasil.
Kasus korupsi yang diduga melibatkan penguasa seperti kasus BLBI, Bank Century, serta kasus suap politisi Demokrat Jhony Alen Marbun dalam proyek stimulus fiskal 2009 di Departemen Perhubungan tidak kunjung diungkap KPK.
Kini 2 politisi PD diduga terlibat kasus korupsi. Tentu kasus Wisma Atlet ini akan menjadi pertaruhan bagi KPK untuk bersikap berani sehingga membuktikan lembaga antikorupsi ini tidak tebang pilih. Kasus ini juga menjadi pertaruhan bagi Presiden SBY dan PD untuk membuktikan diri memang menjadi parpol antikorupsi.
Tentu saja pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi tugas KPK dan Presiden. Anggota DPR dan semua lapisan masyarakat harus ikut serta aktif memberantas korupsi. Banyak pekerjaan yang harus segera dilakukan.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zainal Arifin Mochtar menyatakan, bila tidak ingin kasus korupsi terus terulang, sistem perekrutan birokrat dan anggota DPR, sistem politik, sistem pengawasan atas birokrat dan anggota DPR harus segera dibenahi. Hal ini memang membutuhkan waktu yang panjang sehingga harus sabar. Tapi harus tetap dilakukan bila kita tidak ingin hanya bisa meratapi korupsi terjadi lagi dan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar